The Antagonist [Chapter 2]

ps-dyocta-the-antagonist(2)

The Antagonist

by

Dyocta

Main casts: f(x)’s Sulli, EXO’s Baekhyun, EXO’s Chanyeol || Supporting casts: Girl’s Day’s Yura & others || Genre: School-life & Romance || Length: Chaptered.

Credit: Prinsekai94 on Poster State.

Minsul version? click here.

[Chapter 2]

 

Sulli dan Chanyeol duduk berhadapan dengan dua gelas jus jeruk dingin dibiarkan diatas meja begitu saja. Keduanya bungkam, tapi bicara melalui tatapan mata yang berbeda satu sama lain. Tatapan mata Sulli sangat kuat, rasanya mungkin saja ia bisa membunuh seseorang hanya dengan menatapnya saja sementara Chanyeol lebih tenang tapi tatapannya setajam mata pisau.

Pertemuan seperti ini mungkin hanya bisa disaksikan dalam drama televisi dimana dua tokoh antagonis bertemu kemudian merencanakan sesuatu yang jahat. Well, itu memang ada benarnya. Baik Sulli dan Chanyeol adalah tokoh antagonis dalam hidup mereka masing-masing. Mereka egois, keras kepala dan tidak mau mengalah.

Tapi dalam pertemuan ini mereka tidak merencanakan sesuatu yang jahat. Setidaknya, belum.

“Semalam aku memikirkan ucapanmu kemarin,” Chanyeol yang pertama kali bicara. “Kau bilang kalau kau belum mengerahkan seluruh tenagamu, lalu kapan kau akan melakukannya?” lanjutnya, bertanya.

Sulli memiringkan kepalanya, mengamati tiap inchi wajah Chanyeol tanpa ada yang terlewat. Chanyeol memang tampan dan berkarisma, ia harus mengakui itu. Ia nampak bak malaikat, terutama ketika tersenyum. Bahkan Sulli sempat terkecoh ketika melihat senyum pemuda itu. Tidak akan ada yang menduga kalau ia pandai bersandiwara.

Tapi kemudian Sulli tersadar bahwa melihat Chanyeol seperti melihat bayangannya didepan cermin.

“Apa tujuanmu sebenarnya?” Sulli bersandar pada kursi kemudian menyisir rambutnya dengan jari ke belakang.

There’s a glint on Chanyeol’s eyes. Ia sudah memperingatkan dirinya sendiri sebelum ia bertemu dengan Sulli bahwa gadis itu tidak sama dengan kebanyakan gadis diluar sana. Sulli istimewa. Ia bukan hanya sekedar cantik, ia luar biasa pintar.

“Kau belum mengerahkan seluruh tenagamu untuk memisahkan Baekhyun dan Yura dan aku… seperti yang kubilang kemarin, aku lelah-”

“Aku tidak tertarik untuk bekerja sama dengan siapapun.” Sulli menyela. Meski Chanyeol belum selesai mengutarakan keinginannya, ia sudah tahu kemana arah pembicaraan pemuda itu. Dan ia tidak setuju.

Chanyeol menghela napas. Ternyata Sulli jauh lebih pintar dari apa yang ia bayangkan. Dan ia sangat tangguh.

“Mereka bilang kau hanya gadis cantik yang manja dan sombong, tapi kau lebih dari itu. Aku semakin menyukaimu.”

Sulli tersenyum manis. Ia mengambil gelasnya diatas meja dan menyeruput jus jeruknya dengan cantik. Aura tajam yang mengelilinginya menghilang.

“Terima kasih atas pujiannya.”

Chanyeol serius dengan kata-kata. Ia sungguh ‘menyukai’ Sulli. Tidak pernah dalam hidupnya ia bertemu dengan gadis seperti Sulli yang sangat sulit dibaca tingkah lakunya. Terkadang ia terlihat manis dan lugu, tapi terkadang ia terlihat berbahaya.

Sebagai seseorang yang sangat suka tantangan, bagi Chanyeol, Sulli adalah tantangan baru yang bahkan ia tidak tahu apakah bisa ia taklukan.

Chanyeol mengetukan jari jemarinya diatas meja. Ia dan Sulli kembali diselimuti oleh keheningan panjang. Sulli duduk santai, balas menatap mata Chanyeol yang terus menatapnya.

Tiba-tiba saja derap langkah kaki seseorang mengisi keheningan disana. Gelak tawa seorang gadis kemudian ucapan manis seorang pemuda menggema di telinga Sulli. Tanpa menunggu lebih lama, ia menoleh ke belakang untuk membuktikan dugaannya.

“Baekhyun…”

“Dan Yura.” Chanyeol menambahkan.

Secara otomatis telapak tangan Sulli mengepal. Chanyeol menyaksikan bagaimana wajah manis Sulli berubah kesal dan cemberut. Ia memalingkan wajahnya dari Sulli, mengingat-ingat suatu waktu dimana ia mengintai Sulli sebelum hari ini. Ia tersenyum.

Ada sesuatu yang membuat Sulli sangat istimewa di mata Chanyeol. Sesuatu yang membawa Chanyeol padanya meski ia masih tidak tahu apa itu.

“Ini semakin menarik, bukan?” Chanyeol membuat perhatian Sulli kembali padanya. “Jika ini adalah sebuah drama, kau pasti akan segera menerima penawaranku setelah melihat mereka. Kau harusnya sadar kalau untuk memisahkan dua orang, kau juga butuh seseorang agar pertarungan menjadi seimbang.”

“Tapi ini bukan drama.”

“Lalu apa bedanya? Kau dan aku tetaplah dua tokoh antagonis yang menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan keinginan kita.”

Bibir Sulli seakan terkunci. Ia melihat Baekhyun dan Yura yang duduk berdua di sudut ruangan yang jauh dari mereka sekali lagi. Pemuda didepannya ini telah berhasil mempengaruhi pikirannya.

“Terima kasih untuk tawaran ini tapi maaf, aku tidak tertarik untuk bergabung dalam dramamu.” Sulli pamit pergi.

Ia mengambil tasnya kemudian berbalik dengan ekspresi terangkuh miliknya. Chanyeol tidak boleh membaca pikirannya. Tidak boleh.

 

-o-

 

Bagaimana ini bisa terjadi?

Tidak seorang pun bisa mempengaruhinya selama ini. Bahkan ketika ia menolak beasiswa Julliard, orang tuanya tidak bisa berbuat apa-apa.

Sulli memiliki kepala sekeras batu. Ia selalu memutuskan segala hal sendirian tanpa bantuan. Ia mampu berdiri diatas kakinya sendiri, ia mandiri. Tapi yang disampaikan Chanyeol memang ada benarnya. Bahwa kali ini ia tidak bisa sendiri, ia butuh kawan.

“Kau harusnya sadar kalau untuk memisahkan dua orang, kau juga butuh seseorang agar pertarungan menjadi seimbang.”

Sepertinya Sulli telah menemukan alasan mengapa ia tidak pernah berhasil memisahkan Baekhyun dan Yura.

“Awaaas!!!”

Sulli menganga lebar ketika seseorang menarik tangannya dengan kencang. Tubuhnya tertarik masuk ke dalam dekapan seorang pemuda sebelum ia sempat melihat wajah pemuda itu.

Ia terkejut. Deru napas dan detak jantungnya seakan berlomba saat itu juga. Tapi pada saat-saat mendebarkan itu, ia tidak bisa memungkiri bahwa hangatnya dekapan pemuda itu membuatnya lebih tenang.

“Kau tidak apa-apa?” tanya pemuda itu. Melepaskan dekapannya, ia memegang dua pundak Sulli sebagai gantinya.

“Baekhyun?”

Sulli mengerjapkan matanya berulang kali. Paparan sinar matahari membuat wajah Baekhyun beribu-ribu kali lebih tampan dari sebelumnya. Dan pemuda tampan itu baru saja menyelamatkan nyawanya.

“Kau pasti melamun lagi ya?” tanyanya sambil menghela napas.

Sulli menoleh ke kiri dan kanan. Ia dan Baekhyun berada di sebuah persimpangan jalan yang tidak jauh dari sekolah dengan lampu merah untuk pejalan kaki yang menyala terang. Sulli tidak ingat kapan ia tiba disana tapi sepertinya ia hampir saja tertabrak karena menerobos lampu merah itu tadi.

“Mianhae,” balasnya dengan wajah tertunduk.

“Apa kau sedang sakit?” tanya Baekhyun lagi. Kemudian berkata sebelum mendapat jawaban atas pertanyaannya, “Harusnya kau menungguku di pintu gerbang kalau kau sedang sakit. Ayo kita pulang bersama!”

“Kajja!”

Sulli pun meraih lengan pakaian Baekhyun. Pemuda itu pasti akan marah jika ia bersikeras memegang tangannya seperti yang selalu mereka lakukan ketika masih kanak-kanak dulu.

Baekhyun menatap Sulli untuk sementara waktu sebelum melangkah pergi. Ada sesuatu yang menggangu Sulli saat ini, baginya Sulli sangat mudah dibaca. Maka ia melepas tangan Sulli dari lengan pakaiannya kemudian memegang pergelangan tangannya.

Sulli mengerutkan kening.

“Untuk memastikan saja kalau kau tidak akan menghilang secara tiba-tiba.” jawabnya seakan bisa membaca pikiran Sulli.

Sulli tersenyum cerah. Dekapan Baekhyun, genggaman tangan Baekhyun, semuanya terasa hangat dan menyenangkan.

Bahkan teriknya sinar matahari siang itu tidak bisa melunturkan senyum Sulli. Perjalanan pulang hari ini adalah perjalanan terbaik sepanjang sejarah dengan tangan Baekhyun memegangnya. Ia sudah berpikir untuk tidak mencuci tangannya setibanya nanti di rumah dan akan menjaga pergelangan tangannya dengan baik agar aroma Baekhyun tidak hilang.

Sulli pun tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap wajah Baekhyun sepanjang perjalanan ini. Agak risih memang jika menjadi Baekhyun, tapi ia menyukainya. Mungkin karena sudah terbiasa.

“Oh ya, kau pasti sudah dengar mengenai audisi untuk event Juilliard itu kan?”

Sulli mengangguk. “Apa kau juga akan ikut audisi?” ia balik bertanya.

“Kurasa tidak.”

“Memangnya kenapa?”

“Murid yang terpilih akan pergi ke Juilliard selama satu bulan. Aku tidak mungkin meninggalkan ibuku sendirian.” Baekhyun menjelaskan.

“Kalau begitu aku juga tidak akan ikut.”

“Memangnya kenapa?” Baekhyun yang bertanya kali ini.

“Karena kau tidak ikut.” jawab Sulli cepat.

Baekhyun hanya bisa geleng-geleng kepala. Bukankah bodoh namanya jika Sulli melepas dua kali kesempatan untuk pergi ke Juilliard?

“Apa kau tidak akan menyesal nantinya? Kau sudah menolak beasiswa Juilliard, tidak ada salahnya kalau kau pergi kesana sekali seumur hidupmu.” saran Baekhyun.

“Aku tidak mau kalau kau tidak ada.”

“Aish,” Baekhyun jadi kesal sendiri.

“Lagipula mood-ku sudah rusak sebelum audisi dimulai. Ini konyol. Bagaimana bisa Yura punya kemungkinan terpilih yang sama besar denganku? Aku dan Yura jelas punya kelas yang berbeda,” protes Sulli.

Baekhyun lantas melepaskan genggaman tangannya. Sifat buruk Sulli kembali ditunjukannya setelah sepanjang perjalanan ini mereka habiskan dengan gelak tawa dan percakapan manis.

“Kau terus saja memojokan Yura, kau tidak bosan?” Baekhyun menyindir.

“Kau juga selalu membelanya. Apa kau belum juga bosan?” Sulli membalikan kata-kata Baekhyun.

“Itu bukan jawaban yang aku inginkan.”

“Kau juga tidak menjawab pertanyaanku.”

“Ya!”

Sulli bertolak-pinggang kemudian mengangkat dagunya tinggi. “Apa?” katanya dengan lantang.

Baekhyun menghela napas panjang. Menghadapi Sulli hanya akan membuang waktunya dengan percuma. Gadis itu bahkan lebih kekanakan dibanding anak kecil sungguhan.

“Terserah kau saja.”

Baekhyun menyerah. Ia meninggalkan Sulli di belakang dan meneruskan perjalanannya sendirian. Sulli meringis sebal. Lagi-lagi Yura merusak moment indahnya bersama Baekhyun.

“Hey, Byun Baekhyun!” panggil Sulli. Tapi Baekhyun tidak menoleh sedikit pun. “Byun Baekhyun!” panggilnya lebih keras dari sebelumnya.

Sulli menggemeratakan giginya. Ia menggembungkan pipinya sambil melipat tangan didepan dada. Hingga terbersit dalam pikirannya untuk menimpuk Baekhyun dengan sepatunya.

“Dasar menyebalkan!”

Buk!

“Aakh…”

Sulli sukses melayangkan sebelah sepatunya hingga mengenai punggung Baekhyun. Terdengar dari kejauhan Baekhyun meringis kesakitan. Sulli tertawa puas tapi tidak berlangsung lama karena sebelah sepatunya itu terpental hingga masuk ke dalam selokan.

“Omo, sepatuku!” Sulli terpincang-pincang menghampiri selokan dimana sepatunya tercebur.

Baekhyun ikut mendekat, masih sambil mengelus punggungnya yang terasa nyeri. Ia dan Sulli berdiri menatap sepatu sebelah kanan Sulli mengapung didalam selokan.

“Bagaimana ini?” Sulli cemberut.

Baekhyun justru tertawa terbahak-bahak. Nyeri di punggungnya mungkin telah terobati dengan ekspresi menyedihkan Sulli yang kehilangan sebelah sepatunya.

“Jangan ditertawakan!” Sulli merajuk.

“Tapi ini lucu,” Baekhyun memegangi perutnya yang mulai sakit.

“Kau jahat!” seru Sulli kemudian menghadiahi Baekhyun dengan tinju kecil di perutnya.

“Ini semua kan salahmu, kenapa malah memukulku?!” Baekhyun mengerucutkan bibirnya.

“Lupakan saja! Lalu bagaimana sekarang? Aku tidak mungkin mengambil sepatu itu tapi…” Sulli menunduk, melihat kaki jenjangnya hanya terbalut kaus kaki dengan gambar tokoh kartun Pororo.

Baekhyun mengusap puncak kepala Sulli sebelum membalikkan tubuhnya kemudian membungkuk hingga lututnya menyentuh tanah. “Naiklah!” katanya.

“N-naik?”

“Iya, naik ke punggungku.”

Rasanya seperti ada kembang api yang meledak dalam kepala Sulli. Juga kupu-kupu yang bertebrangan kesana kemari didalam perutnya. Bibirnya melengkungkan senyum lebar dari telinga kiri sampai telinga kanan.

“Ayo cepat naik!” kata Baekhyun sekali lagi.

Sulli tidak bisa berhenti tersenyum. Meski harus menahan perih di tulang pipinya karena tersenyum terlalu lebar, ia tetap tidak bisa menahannya.

“Omo!” gumam Sulli pelan.

Dilingkarkannya kedua lengannya di leher Baekhyun kemudian menaruh kepalanya di pundak kiri Baekhyun. Rasanya seperti di surga. Jantungnya berdegup sangat cepat hingga ia khawatir kalau Baekhyun dapat merasakannya.

“Aigoo, ternyata kau berat sekali ya,” keluh Baekhyun ketika ia mulai berdiri.

Sulli menggembungkan pipinya, “Bohong! Aku ini ringan bagaikan kapas.”

Baekhyun tertawa kecil. Wajahnya bersemu merah saat itu juga entah karena apa.

Langkah demi langkah mereka arungi bersama, ditemani angin musim semi dan aroma bunga yang bermekaran. Baekhyun bersiul, bersenandung dengan Sulli di punggungnya, menyanyikan sebuah lagu anak-anak. Rasanya seperti kembali ke beberapa tahun silam.

Kembali pada masa dimana hanya ada mereka berdua. Masa dimana Baekhyun hanya membela gadis manis berparas cantik dan rendah hati bernama Sulli.

“Kau harusnya ikut audisi itu. Kesempatan emas seperti ini tidak boleh kau sia-siakan begitu saja.” Baekhyun membuka lagi topik sebelumnya.

“Tapi aku tidak mau,”

“Aku tahu kalau kau sangat ingin pergi kesana, jadi pergilah! Kau adalah penari yang hebat, aku yakin kau pasti lulus audisi. Aku ingin melihatmu bahagia dengan pergi kesana.” tutur Baekhyun lembut.

“Aku sudah bahagia,” aku Sulli. “Selama kau ada disampingku, aku bahagia.”

“Bukan begitu maksudku,” Baekhyun menundukan kepalanya. “Maksudku kau tidak bisa selamanya bergantung padaku. Suatu saat nanti akan ada saat dimana aku-”

“Apa kau bermaksud untuk pergi jauh dariku?” tanya Sulli dengan suara melemah.

“Tidak, bukan seperti-”

“Kajima!” Sulli mengencangkan lengannya yang melingkar pada Baekhyun. Ia menyandarkan kepalanya di pundak Baekhyun dan berkata lirih, “Jika kau berniat untuk pergi, kumohon jangan! Jangan tinggalkan aku!”

Baekhyun menarik ujung bibirnya, membentuk seulas senyum yang mampu membuat damai bagi siapapun yang melihatnya.

“Aku tidak akan pergi kemana-mana.”

Kegelisahan Sulli akhirnya terhapus. Di dalam perutnya, kupu-kupu yang sempat berhenti bertebrangan ketika memikirkan Baekhyun akan pergi darinya mulai kembali beraktivitas. Membuatnya geli berada dalam jarak sedekat ini dengan Baekhyun.

“Gomawo.”

Mengerti Sulli adalah salah satu keahlian Baekhyun selain memainkan alat musik. Tentu saja, mereka tumbuh bersama sejak kecil. Tidak pernah dalam sehari Baekhyun tidak menyebut namanya dan tidak memikirkannya. Sulli sudah dianggapnya sebagai bagian dari dirinya.

Ia mengenal Sulli sebaik mengenal dirinya sendiri. Baekhyun tidak pernah menyalahkan Sulli atas sikapnya yang terkadang berlebihan dalam ‘menjaganya’ dari gadis-gadis lain meski terkadang ia harus mengelus dada melihat ulah nakal Sulli pada teman-teman perempuannya.

Tapi ia tidak pernah marah. Sulli selalu punya alasan yang masuk akal dibalik semua ulahnya. Alasan yang membuat Baekhyun terkadang merasa aneh jika mengingatnya.

Karena Sulli menyukai Baekhyun.

 

-o-

 

Sulli memang terlahir dengan paras cantik dan tubuh yang sempurna. Kulit putih, tinggi, memiliki eye smile, semua itu adalah pemberian Tuhan. Ia tidak pernah memilih tubuh mana yang akan dipakainya setelah lahir di dunia.

Terkadang kebanyakan orang tidak menyadari hal itu.

Kebanyakan orang hanya bisa gigit jari ketika melihat orang lain yang lebih sempurna dari diri mereka. Yang lebih buruk, mereka akan mencari titik lemah dari orang lain dan menyebar berita bohong demi menjatuhkan orang lain yang lebih baik dari mereka.

Beruntung sekali Sulli tidak memiliki titik lemah. Ia terlahir begitu sempurna.

“Sulli sunbaenim sangat cantik. Wah, dia bagaikan dewi,” puji seorang siswi ketika Sulli melintas di koridor sekolah.

“Ya, ya, dia memang cantik tapi memangnya kau tidak tahu kalau kemampuan menarinya sangat buruk?” sahut siswi lainnya.

“Hey, kau ini bicara apa? Sulli sunbaenim adalah penari terbaik di sekolah kita. Menurut berita yang kudengar, dia pernah mendapat beasiswa Juilliard tapi dia menolaknya ” siswi ketiga membela Sulli.

“Jinjja? Daebak!”

“Karena dia tidak bisa menari maka dari itu dia menolak beasiswa itu, tahu?!” siswi yang sebelumnya tetap bersikeras meyakinkan teman-temannya akan keburukan Sulli. “Sulli sunbaenim hanya bisa mengandalkan wajahnya saja, dia tidak punya bakat sama sekali.”

“Tapi dia terpilih untuk menjadi pengisi acara di pementasan musik sekolah akhir bulan ini. Dia akan berkolaborasi dengan Baekhyun sunbaenim,” ujar siswi yang lain.

“Dia terlahir dengan sempurna.”

“Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Kalian tunggu saja, dia pasti akan jatuh sebentar lagi.”

Chanyeol tersenyum bangga ketika mendengar pujian yang dilontarkan dua orang siswi yang mengobrol tak jauh darinya. Rasanya seperti ia adalah orang tua yang membesarkan Sulli hingga sebesar ini. Meski pada akhirnya hujatan pedas seorang siswi tidak bisa terelakan lagi.

Ia lantas beranja dari tempatnya dan bergabung bersama Sulli menapaki kaki di koridor sekolah. Melingkarkan lengannya di pundak Sulli, Chanyeol membuat banyak siswa dan siswi menatap mereka dengan iri.

“Ya! Lepaskan tanganmu!” Sulli mendorong lengan Chanyeol dari tubuhnya.

“Bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak?” tanya Chanyeol ramah.

Sulli tidak merespon. Ia sibuk membenahi tata rambutnya yang sempat berantakan.

“Kau pasti sudah lihat ini? Apa kau akan ikut juga?” Chanyeol menunjukan selembar kertas berisi pengumuman tentang audisi pemilihan perwakilan sekolah ke Juilliard.

Sulli mengangguk. “Tapi aku tidak berencana untuk ikut.”

“Kenapa? Apa kau tidak yakin menang?”

Sulli menarik napas dalam-dalam kemudian berdiri berhadapan dengan Chanyeol. Ia pandangi wajah menyebalkan Chanyeol sebelum menjawab pertanyaannya, “Apa ada penari lain yang lebih hebat dariku? Lagipula apa pedulimu? Kau bukan siapa-siapa, jadi jangan bersikap seolah kita ini teman. Menjauhlah!” katanya dengan berani.

Chanyeol terkekeh, “Bukankah kita ini rekan kerja?”

“Aku tidak pernah bilang begitu. Enyahlah dari hadapanku!” Sulli mengibaskan tangannya, mengusir Chanyeol seperti ketika ia mengusir binatang liar.

Tapi Chanyeol tidak termakan emosi. Pemuda lain mungkin akan langsung naik pitam jika berhadapan dengan gadis angkuh seperti Sulli tapi Chanyeol berbeda.

“Baiklah kalau kau tidak mau pergi, biar aku yang pergi.”

Sulli meninggalkan Chanyeol di tempat itu juga. Beberapa langkah kemudian muncul perasaan tak enak karena memperlakukan Chanyeol seburuk itu, maka ia menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang. Tapi Chanyeol sudah tidak nampak.

Sulli mengerutkan kening kemudian bertanya-tanya apakah sikapnya sudah keterlaluan pada pemuda itu.

 

-o-

 

Baekhyun menunggu sangat lama diatas panggung. Seharusnya Sulli dan Yura ingat kalau hari ini mereka memiliki jadwal latihan yang tidak boleh ditinggalkan demi keberhasilan pementasan musik sekolah mereka pekan depan.

Satu jam berlalu sia-sia, tidak satupun dari dua gadis itu yang menunjukan batang hidung mereka. Tak satupun pesan yang Baekhyun terima untuk menjelaskan keterlamabatan mereka. Perasaan jengkel itu kini berubah jadi cemas.

Ditanyainya tiap murid yang melintas baik di panggung atau di belakang panggung, berharap kalau mereka memiliki jawaban tepat atas pertanyaannya. Tidak satu jawaban pun yang Baekhyun dapatkan.

Tapi kemudian Sulli datang tanpa rasa bersalah. Mengenakan leotard hitam dan rok berwarna ungu, ia menghampiri Baekhyun dan meminta maaf karena sudah datang terlambat.

Baekhyun kemudian menanyakan keberadaan Yura, membuat wajah Sulli berubah pahit.

“Aku tidak tahu,”

“Kalian adalah teman sekelas, harusnya kau tahu kemana dia pergi.”

“Tapi aku bukan bodyguard-nya yang mengikuti kemanapun dia pergi!” Sulli menegaskan.

Baekhyun lantas menatapnya dengan tatapan menyelidik. “Kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku kan?” tanyanya penuh curiga.

Sulli mencengkram erat ujung roknya saat itu juga. Baekhyun sudah keterlaluan menurutnya. Meskipun seandainya memang benar ia menyembunyikan sesuatu, bukankah seharusnya Baekhyun lebih percaya padanya ketimbang orang lain.

“Apa yang bisa aku sembunyikan darimu? Aku bahkan tidak bisa menyembunyikan perasaanku darimu.”

Baekhyun menghela napas. Apa ia baru saja mengharapkan Sulli mengakui kenakalannya? Mengharapkan itu terjadi sama saja bak berharap menangkap asap dengan tangan kosong.

Tapi mendengar pengakuan yang tak lagi asing itu membuatnya lemah. Ya, Baekhyun tahu betul kalau Sulli menyukainya dengan amat sangat tapi jika dengan menyukainya membuat Sulli berubah menjadi jahat, Baekhyun justru tidak ingin Sulli memiliki perasaan itu.

“Kau mengenalku dengan sangat baik. Kau akan tahu kalau aku berbohong padamu,” tambah Sulli.

“Maaf aku terlambat. Sepatu ballet-ku tiba-tiba menghilang tapi tenang saja aku sudah menemukannya.”

Dan tiba-tiba saja Yura muncul di tengah mereka yang masih saling menatap satu sama lain. Baekhyun tidak perlu menoleh pada Yura, yang kini tertawa demi mencairkan suasana tegang diantara mereka, untuk mengetahui kalau Sulli adalah dalang dari hilangnya sepatu Yura.

“Justru itu… karena aku mengenalmu, karena aku mengerti dirimu dengan baik, aku selalu berpikir kalau kau adalah gadis yang baik walau terkadang kau bersikap arogan pada yang lain. Kau adalah Sulli yang sama dengan yang kukenal belasan tahun lamanya tapi kurasa aku salah… kau bukan lagi Sulli yang kukenal.”

Sulli memejamkan matanya sejenak. Sesak di dadanya tidak bisa terhindari. Hari ini adalah pertama kalinya Baekhyun berkata pedas padanya dan merupakan hari dimana emosinya pada Yura memuncak.

“Kalian berdua kenapa?” tanya Yura dengan tatapan yang paling polos.

 

To be continued…

 

18 pemikiran pada “The Antagonist [Chapter 2]

  1. Aku nangis, huwaa. Baekhyun jahat banget sama Sulli eonni, kan kasihan dia. Aku pengen deh Sulli berusaha ngelupain Baekhyun, dan gantian Baekhyun yang ngejar Sulli. Hehe

  2. Haaahhhh..
    Kenapa aku ngerasa cerita ini kayak ngejungkir balikin perasaanku yaahh..
    Awalnya sweet banget baeklli nya..
    Tapi pas diakhir radak nyesek gitu..
    Tapi aku juga setuju siih sama baekhyun menurutku sulli terlalu sombongg…
    Waahh certanya unexpected ,, kupikir si baek suka ama yura…
    Dan aku seneng dehh update-anya cepet..
    Hehe
    Next chap ditunggu thor..

  3. Argghhh nyesek sumpah dnger baekhyun blg gtu ke sulli .. eonni sbar yaa.. mse ad chanyeol kok :’)
    Next ya thor ^^ ffmu daebak.. k sukaaaaaaa bgttzzz

Tinggalkan komentar