The Antagonist [Chapter 3]

ps-dyocta-the-antagonist(2)

The Antagonist

by

Dyocta

Main casts: f(x)’s Sulli, EXO’s Baekhyun, EXO’s Chanyeol || Supporting casts: Girl’s Day’s Yura & others || Genre: School-life, friendship & Romance || Length: Chaptered.

Credit: prinsekai94 on Poster State.

[Chapter 3]

 

Yura memanjangkan lengannya, mencoba mencapai sepatu ballet berwarna merah muda miliknya yang disembunyikan Sulli tanpa sepengetahuannya diatas rak buku di perpustakaan sekolah. Melompat bahkan memanjat rak buku tersebut juga sudah dilakukannya tapi ia belum juga berhasil.

Keringat mulai mengalir dari keningnya. Ia sudah terlambat satu jam penuh hanya untuk mengambil sepatu lusuh itu dari tempatnya.

“Butuh bantuan?”

Yura segera membuang muka setelah mengetahui kalau Park Chanyeol yang tampan itu berdiri disampingnya dengan setumpuk buku dipelukannya.

“Aku bisa melakukannya sendiri.”

Chanyeol kembali mencoba bersabar. Yura bahkan lebih dingin jika dibandingkan dengan bongkahan es.

“Baiklah, biar aku lihat sampai kapan kau akan melompat untuk mencapainya.” tantang Chanyeol yang kemudian bersandar pada rak buku.

Yura menelan ludah. Ia terjebak. Lalu bagaimana sekarang?

Tapi Yura tidak ingin Chanyeol membantunya. Ia tidak ingin menyusahkan Chanyeol, tidak ingin menjadi beban untuknya.

“Sebaiknya kau pergi saja. Aku tidak butuh bantuanmu,” Yura berkata lemah.

Ekspresi Chanyeol berubah serius. Ia melangkah mendekati Yura hingga membuat gadis itu harus mundur beberapa langkah karena terkejut. Kemudian Chanyeol memanjangkan tangannya, meraih sepati Yura yang berada di rak paling atas.

“Sesama mahkluk hidup, aku rasa tidak ada salahnya untuk saling membantu,” Chanyeol memberikan sepatu itu pada pemiliknya. “Pergilah! Baekhyun dan Sulli pasti sudah menunggumu.” dan ia lantas berbalik meninggalkan Yura yang terpaku.

Yura mengerjapkan matanya. Rasanya menyedihkan melihat senyuman khas Chanyeol hilang dari wajahnya.

“Mianhae.”

 

-o-

 

Kata-kata Baekhyun menancap di relung hati Sulli yang paling dalam. Sulli masih tidak terima, ia masih tidak percaya kalau Baekhyun mengucapkan kata-kata sepahit itu padanya. Didepan Yura pula.

Ini adalah kali pertama Baekhyun marah padanya. Dan ternyata rasanya sangat menyiksa. Sebelumnya Baekhyun tidak pernah marah pada Sulli sekalipun ia selalu campur tangan dalam urusan pribadi Baekhyun.

Sulli bahkan pernah melakukan hal yang lebih buruk dibanding hanya menyembunyikan sepatu Yura tapi Baekhyun memperlakukannya seperti ia telah merampas benda Yura yang paling berharga.

“Menyebalkan!” desis Sulli.

“Hai…”

Sulli menoleh ke sumber suara itu berasal. Pemuda itu datang lagi. Menampilkan senyum yang sama seperti yang ia tunjukan beberapa hari lalu, ia duduk disamping Sulli tanpa permisi.

“Kau sedang apa? Menunggu bus?” tanyanya setelah sapaan ramah sebelumnya tidak dibalas Sulli.

Sulli memutar bola matanya keatas. Pemuda ini benar-benar membuat habis kesabarannya.

“Aku sedang tidak ingin diganggu. Pergilah!”

Chanyeol tertawa kecil ketika telapak tangan Sulli mendorong pundaknya tanpa tenaga. Niatnya untuk mengganggu pun semakin tinggi. Ia menyeringai mengingat peristiwa di ruang latihan tadi yang tidak sengaja dilihatnya.

“Kau tidak ingin diganggu karena ucapan Baekhyun padamu? Karena dia lebih membela Yura dibandingkan kau, begitu?” tebaknya dengan penuh keyakinan.

“B-bagaimana kau tahu?”

“Aku punya telinga.” Chanyeol menunjuk telinga dengan jari telunjuknya.

Sulli menatap matanya tajam. Tebakan Chanyeol tidak salah sama sekali. Dan mood-nya sudah hancur berantakan karena ucapan pedas Baekhyun padanya sebelumnya, kemudian Chanyeol membuat keadaan lebih buruk lagi.

“Kenapa aku harus bertemu denganmu?! Dari seluruh manusia di muka bumi ini, kau adalah yang paling tidak ingin aku temui saat ini!” pekik Sulli.

“Kenapa begitu? Apa karena kau takut pendirianmu akan berubah?”

Sulli terdiam. Sepertinya Chanyeol memiliki kekuatan super hingga bisa membaca pikirannya.

“Bagaimana rasanya ketika dia marah padamu? Apa hatimu sakit? Saat pertama kali Yura menghindariku, rasanya seperti aku akan mati karena tidak bisa bernapas. Agak berlebihan memang,” Chanyeol berbagi pengalaman.

Sulli membuang muka, membayangkan hal yang sama akan terjadi padanya. Mengerikan.

“Tapi seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa. Begitu aku melihatmu hampir menangis saat Baekhyun marah tadi, aku rasa kau tidak akan bertahan saat dia marah untuk yang kedua kalinya,” ia melanjutkan.

“Aku tidak menangis!” Sulli membela diri.

“Ya, ya, terserah katamu saja,” Chanyeol kemudian menyampaikan, “Aku tidak bisa berjanji tapi aku akan berusaha agar kau tidak merasakan apa yang aku rasakan jika kau mau bekerja sama denganku.” Chanyeol sambil menaruh tangannya di pundak Sulli.

Sulli melirik tangan Chanyeol di bahunya. “Sebenarnya ada apa? Kenapa kau sangat ingin bekerja sama denganku?” selidiknya.

“Aku adalah orang yang pemilih. Aku memilih rekan kerjaku, aku tidak bisa bekerja dengan sembarangan orang dan kau memenuhi kriteria yang aku inginkan. Kau cantik, pintar, dan tidak mudah menyerah.”

“Dan kenapa kau memilih Yura?”

“Aku sendiri belum tahu kenapa aku menyukainya. Bukankah terkadang cinta tidak perlu alasan?” jawabnya mengambang.

Jadi mereka berdua memiliki sudut pandang berbeda tentang cinta. Tapi tidak apa, karena ketika seseorang sedang jatuh cinta, semua hal menjadi legal untuk mereka. Semua kata boleh diucapkan, semua hal boleh dilakukan.

Menit-menit selanjutnya Sulli habiskan dalam diam seraya memikirkan tawaran Chanyeol beberapa hari yang lalu. Menimbang-nimbang langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya. Sementara itu Chanyeol memerhatikan wajahnya dengan seksama. Sulli bukan gadis bodoh dan ia tahu itu.

“Aku tidak pernah mengerti kenapa peran protagonis selalu menjadi pemeran utama dalam setiap cerita. Mereka tidak melakukan apapun kecuali menangis tapi mereka selalu mendapatkan apapun yang mereka mau,” Sulli akhirnya buka suara. “Tanpa peran antagonis, mereka bukan siapa-siapa. Mereka tidak akan terlihat baik tanpa ada yang terlihat jahat, jadi bukankah seharusnya peran antagonis yang mendapatkan segalanya?”

Chanyeol berkomentar, “Aku tidak pernah memikirkan itu sebelumnya tapi kurasa itu masuk akal,”

“Peran antagonis selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka berjuang, tidak pantang menyerah, itulah kenapa aku menyukai peran antagonis… tapi aku tidak ingin kalah. Aku yakin pasti ada satu kisah dimana peran antagonis mendapatkan apa yang diinginkannya, dan kisah itu adalah kisahku.”

Chanyeol kembali menyeringai. “Jadi, apa jawabanmu?” tanyanya sekali lagi.

Seulas senyum terlihat menghiasi paras cantik Sulli, terlebih ketika ia mengulurkan tangannya kearah Chanyeol dan berkata, “Senang bertemu denganmu, partner-ku.”

Kemudian Chanyeol menjabat telapak tangan Sulli dengan hangat.

 

-o-

 

Tujuh hari berlalu begitu lamban.

Baekhyun menyesali tiap kata yang ia ucapkan pada Sulli sepekan lalu. Nampaknya ucapannya itu melukai hati Sulli, yang ia tahu sangat sensitif, dan meninggalkan bekas luka.

Sudah sepekan gadis itu tidak menunjukan batang hidungnya didepan Baekhyun. Tidak terdengar suaranya pula. Ia juga menutup seluruh jalan bagi Baekhyun dan Yura untuk menghubunginya. Dalam sekejap Sulli seperti hilang tertelan bumi.

Kalau boleh jujur, Baekhyun tidak benar-benar marah pada Sulli waktu itu. Ia hanya merasa kalau ia perlu memberinya sedikit pelajaran agar tidak lagi bertindak seenaknya dan menindas orang lain hanya karena hal sepele. Tapi rencananya tidak berjalan mulus.

Yura melirik jam tangan Baekhyun. Satu jam sudah mereka duduk santai dengan pikiran masing-masing. Sepekan lamanya juga Sulli membolos dari jadwal latihannya dengan Yura dan Baekhyun karena masalah tempo hari.

“Aku rasa Sulli tidak akan datang,” Baekhyun memecah keheningan.

“Apa dia marah padaku? Sulli selalu menghindariku di kelas, dia bertambah dingin,” tanya Yura kebingungan.

“Dia marah padaku, bukan padamu.” Baekhyun menegaskan.

“Tapi kenapa?”

Baekhyun duduk bersila di lantai kayu kemudian merebahkan tubuhnya sambil merentangkan kedua tangannya. Yura melihatnya mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Baekhyun nampak sangat lelah dan sedih.

“Apa yang terjadi?”

Baekhyun menghembuskan napasnya berat. Ia memijat pelipisnya, agak ragu untuk menceritakan masalahnya pada Yura. Tapi Yura adalah sahabat terbaiknya, ia pasti bisa dipercaya.

“Sebelumnya aku tidak pernah marah padanya, tapi seperti yang kau tahu, beberapa waktu lalu kami bertengkar. Aku mengatakan hal yang sangat buruk padanya dan sepertinya Sulli kecewa,”

“Apa kau sudah minta maaf padanya?”

Baekhyum tertegun. Ia lupa bahwa di dunia ini ada satu kata yang bisa memudarkan amarah Sulli padanya.

“Dia… dia sudah menghilang sebelum aku sempat minta maaf,”

Yura mendekat kemudian duduk disebelah Baekhyun yang masih berbaring menatap langit-langit ruangan. Ia memeluk lututnya dan berkata, “Kau belum minta maaf padanya kan? Mengaku saja!”

Baekhyun kembali duduk, dan memeluk lututnya seperti yang dilakukan Yura. “Aku hanya ingin dia belajar dan berhenti bersikap buruk pada orang lain, padamu juga. Sulli selalu bersikap kekanak-kanakan, aku ingin dia dewasa.”

“Jadi karena itu,” Yura mengangguk. “Aku sependapat denganmu; Sulli memang kekanak-kanakan tapi itu yang membuatnya menyenangkan. Dia orang yang jujur. Ketika dia senang, dia tersenyum. Ketika dia marah, dia cemberut. Dan ketika dia cemburu, dia bisa melakukan apapun.”

Baekhyun tergoda untuk tersenyum mendengar pujian Yura. Ia tidak pernah memerhatikan hal kecil seperti itu tapi memang seperti itulah Sulli.

“Selain dia bisa menari, Sulli bisa melakukan apa yang ingin dia katakan, juga mengatakan apa yang ingin dia katakan. Dia tidak perlu berpura-pura menjadi orang lain. Aku iri padanya.” tambah Yura.

“Itu karena dia tidak pandai berbohong. Hidungnya akan memerah kalau dia berbohong. Pernah suatu kali dia mencoba mengelabuiku dan hidungnya memerah seperti tomat. Aku menggodanya habis-habisan dan dia menangis tersedu-sedu seharian penuh. Dan untuk membuatnya berhenti menangis, aku membelikannya es krim vanilla dengan uang tabunganku,”

Rasanya ada yang menggelitiki perutnya ketika Baekhyun menceritakan sepotong kejadian manis itu pada Yura. Ia tidak bisa menahan tawa ketika wajah Sulli kecil terbayang dalamn ingatannya.

“Sulli sangat suka es krim vanilla. Setelah kejadian itu, setiap hari dia memintaku untuk membelikannya es krim vanilla, jika tidak dia akan menangis. Dia lucu sekali ketika menangis,”

“Apa kau menyukainya?”

“Huh?”

Bibir Baekhyun dibiarkan menganga. Tidak sepatah katapun keluar untuk menyanggah pertanyaan Yura, tapi tidak satupun juga untuk mengiyakan pertanyaan yang sama.

“Kau tidak usah menganggapnya serius,” Yura menyenggol lengan Baekhyun dan tertawa. “Semua orang pasti menyukai Sulli. Dia cantik dan berbakat.” lanjutnya.

Dan Baekhyun berusaha sangat keras untuk menyembunyikan rona merah di pipinya. Tiba-tiba saja udara terasa panas di sekelilingnya, membuatnya mengibaskan tangannya demi sedikit udara segar.

Percakapan singkat mereka kemudian disudahi oleh suara derap kaki seseorang. Baekhyun dan Yura menoleh ke belakang secara bersamaan dan terkejut melihat Sulli berdiri dibelakang mereka.

“Maaf aku datang terlambat,”

Baekhyun dan Yura segera berdiri. Yura menatap Sulli tidak percaya. “Kau datang? Bukannya kau marah pada-”

“Darimana saja kau? Kau tahu sekarang jam berapa? Kau terlambat satu jam tujuh menit! Dan kemarin-kemarin, kenapa tidak datang?” Baekhyun menyela ucapan Yura.

Yura menyentuh lengan Baekhyun sebelum pemuda itu akan menambah volume suaranya lebih tinggi lagi. Ia terdengar begitu mengkhawatirkan Sulli ketika mereka bicara semenit lalu tapi mengapa ia tampak begitu menyeramkan sekarang? Apa kekhawatiran itu hanya bagian dari perasaan Yura saja?

“Aku sibuk menyiapkan materi untuk audisi. Aku tidak mau menyesal karena menolak Juillird dua kali. Lagipula, aku sudah menguasai seluruh gerakan jadi kalian bisa latihan tanpa aku,” jawabnya tanpa rasa bersalah.

“Tapi kenyataannya tidak bisa. Kami membutuhkanmu,” ucar Baekhyun lemah.

Ucapan itu membawa sebuah senyum di wajah Sulli. Ia tidak perduli jika Baekhyun menyebutkan kata ‘kami’ yang merujuk pada dua orang, yaitu ia dan Yura. Pada kesimpulannya Baekhyun butuh Sulli. Itu saja sudah cukup untuk hari ini.

“Sudahlah, lebih baik kita segera berlatih sebelum jam latihan kita habis.”

Baekhyun mengambil biolanya dan bersiap di posisi yang seharusnya. Sulli pun menaruh barang bawaannya di lantai kemudian berlari kecil menyusul Yura yang juga sudah siap di posisinya.

Dan pertunjukan segera dimulai.

Ketika Baekhyun menggesek biolanya, Sulli memulai aksinya bersama Yura. Tubuhnya bergerak dengan gemulai. Ia berputar, melompat di udara dengan leotard putih bersih layaknya angsa yang anggun.

Pertunjukan selama sepuluh menit itu mendekati akhir. Melakukan teknik pointe dimana Sulli berdiri dengan menumpukan berat badannya diujung kakinya, ia mendekati Baekhyun seolah ingin menggapainya.

Tapi kemudian ia terjatuh pada detik-detik terakhir setelah sesuatu yang aneh terasa di pergelangan kakinya.

“Sulli, kau baik-baik saja?” tanya Baekhyun setelah mendengar jeritan Sulli.

Terasa sangat menyakitkan di pergelangan kaki Sulli tapi meski begitu ia masih bisa menahannya. “Sepertinya keram,”

“Apa tidak ada tulang yang patah?” tanya Yura yang juga khawatir.

“Jangan berlebihan! Kau senang kalau kakiku patah huh?” Sulli tetap saja ketus meski sedang kesakitan.

Tanpa banyak kata, Baekhyun mengangkat tubuh Sulli dengan kedua tangannya. “Sepertinya kau luka parah, biar kubawa ke ruang kesehatan.” katanya.

“Tidak usah. Hanya keram biasa, cukup istirahat saja,”

“Kau sakit!” Baekhyun bersikeras.

“Tidak, bukan. Turunkan aku cepat!”

Tapi Baekhyun tidak menghiraukannya. Ia berpamitan pada Yura dan membawa Sulli yang tidak berhenti mengoceh.

“Byun Baekhyun!”

“Sst, kau diam saja!”

Keributan itu perlahan menghilang seiring dengan langkah Baekhyun yang menjauh. Yura pun berkemas. Ketika itulah Chanyeol datang dengan seikat bunga plastik yang diketahui Yura sebagai properti untuk pementasan drama.

“Mau kuantar pulang?” katanya dengan senyum menawan.

“Kau lagi?” Yura mengernyitkan dahi.

 

-o-

 

Diperhatikan oleh seorang gadis secantik Sulli dengan senyum mengembang di wajahnya membuat Baekhyun agak kikuk. Gadis itu terus saja menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan konyol setelah seorang dokter jaga di ruang kesehatan sekolah mengatakan kalau kaki Sulli tidak mengalami masalah.

“Kau sangat-sangat mengkhawatirkanku ya? Sangat-sangat takut kalau sesuatu yang buruk terjadi padaku ya?”

Untuk menghindari kesalahpahaman, Baekhyun segera menjawab, “Kalau sesuatu yang buruk terjadi padamu, pementasan musik minggu depan akan hancur. Jadi pantas saja kalau aku mengkhawatirkanmu,”

Sulli mengerucutkan bibirnya, tidak puas dengan jawaban Baekhyun.

“Oh ya, aku ingin… minta maaf,” ujar Baekhyun pelan.

Sulli mendelik. Matanya kembali tertuju pada Baekhyun yang kini nampak malu-malu.

“Mengenai kata-kataku waktu itu, maaf kalau aku melukai perasaanmu. Aku tidak bermaksud begitu,” gumamnya pelan sambil melirik Sulli sesekali

Sulli meremas jari-jarinya gemas. Bolehkan ia memeluk Baekhyun saat ini juga? Baekhyun nampak sangat menggemaskan. Dan lagi, ia sangat merindukan Baekhyun setelah sepekan ini hanya mampu memandanginya dari jauh.

Ini semua akibat saran dari Park Chanyeol.

Iya, Park Chanyeol. Setelah kesepakatan diantara mereka terbentuk, Chanyeol banyak menasehatinya mengenai laki-laki. Katanya, Sulli harus menjaga jarak dari Baekhyun agar ia bisa mengerti betapa pentingnya peran Sulli dalam hidupnya.

Katanya lagi, terkadang seseorang akan menyadari pentingnya peran seseorang dalam hidupnya ketika mereka kehilangan orang tersebut. Chanyeol bahkan berani mempertaruhkan uang jajannya sebulan penuh jika Baekhyun tidak meminta Sulli kembali padanya.

“Jangan menghilang lagi! Jangan menghindar dariku lagi!” pinta Baekhyun diujung kalimatnya.

Dan Chanyeol benar.

“Baekhyun, aku-”

“Astaga, Sulli, kau baik-baik saja?”

Park Chanyeol menerobos masuk, menyingkirkan Baekhyun yang berdiri tepat didepan Sulli dan memeluk gadis berambut sebahu itu disaat yang tidak tepat. Pemuda itu nampak sangat khawatir. Sesudahnya ia memindai tubuh Sulli dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Mata Baekhyun melebar seketika dan hendak menarik tubuh Chanyeol jika saja Sulli tidak lebih dulu bertindak.

“Ya! Apa-apaan ini?” seru Sulli.

“Seseorang memberitahuku kalau kakimu terluka saat latihan jadi aku segera datang kesini. Bagaimana? Apa kakimu terluka parah? Apa kita perlu ke rumah sakit?” Chanyeol memegang kedua pundak Sulli dan mengguncang tubuhnya berlebihan.

“Park Chanyeol hentikan!” Sulli menyingkirkan tangan Chanyeol dari tubuhnya.

Tapi kemudian ia menerima pelototan mata Chanyeol. Sekali lagi Chanyeol memeluknya dan membisikan beberapa kata, “Ikuti saja! Aku sedang menyelamatkanmu, bodoh.”

Sulli menghela napas panjang dan tertawa pelan saat itu juga. Ia melihat Baekhyun berdiri dibelakang Chanyeol sambil membuang muka dan ekspresi wajah yang aneh.

“Aku tidak apa-apa. Baekhyun menjagaku dengan baik,”

“Baek- siapa?”

“Ehm.. ehm…” Baekhyun berdehem. Chanyeol pun menoleh, “Namaku Byun Baekhyun. Siswa seni musik. Aku dan Sulli berteman sejak kecil. Sejak lahir.” kata Baekhyun, memperkenalkan dirinya dengan menekankan beberapa kata terakhir.

“Namaku Park Chanyeol, siswa seni peran. Aku dan Sulli baru saling mengenal beberapa minggu terakhir tapi kami sudah sangat dekat.” Chanyeol menyombongkan diri.

“Oh ya? Tapi aku tidak pernah mendengarnya menyebut namamu,”

“Mungkin dia tidak mau menceritakan kedekatan kami padamu,” Chanyeol menyeringai.

Untuk sebuah alasan yang Baekhyun tidak mengerti, ia ingin meninju wajah menyebalkan Chanyeol saat itu juga. Ia merasa perlu melakukan itu atau ia akan menyesal seumur hidupnya.

Menyadari situasi yang berubah menegangkan, Sulli mengambil tindakan. “Aku haus. Apa ada yang bisa membawakanku minum?” tanyanya ragu.

“Biar aku saja.” kata Baekhyun seraya mengendurkan dasinya dengan satu gerakan cepat. Udara di ruangan itu mendadak panas untuknya.

“Terima kasih, Baekhyun.”

Kepalan tangan Sulli langsung mendarat di wajah Chanyeol setelah Baekhyun keluar dari ruangan tersebut. Chanyeol meringis kesakitan sambil mengusap pipinya yang menjadi sasaran empuk Sulli. Ia menatap Sulli dengan tatapan murka tapi nyatanya wajah Sulli lebih menyeramkan darinya.

“Siapa bilang kau boleh menyentuhku?!” pekiknya hingga memekakkan telinga.

“Sudah kubilang kan kalau aku menyelamatkanmu,” balasnya. “Kalau aku tidak datang kau pasti akan bermanja-manja padanya. Lalu untuk apa menjauhinya seminggu penuh? Kau akan membuat usaha kita sia-sia, tahu?”

“Itu karena aku… rindu padanya,” katanya lirih.

“Tapi ucapanku terbukti kan? Dia memintamu kembali kan?” Chanyeol membetulkan kerah kemejanya. Pemuda itu tidak bisa untuk tidak membanggakan keahliannya membaca situasi. “Sudah kubilang ikuti saja kata-kataku.” tambahnya.

“Tapi bagaimana kalau Baekhyun salah menilai kita? Aku tidak mau dia berpikir yang macam-macam,”

“Kau harusnya senang kalau dia berpikir yang macam-macam karena itu berarti ada kemungkinan dia juga menyukaimu,”

“Jinjja? Ahh, aku memang tidak salah menerimamu sebagai rekan kerja,” Sulli menepuk pundak Chanyeol dan tertawa renyah.

Chanyeol tak kuasa menahan senyumnya ketika tawa renyah itu masuk melalui telinga kanannya, dan bukannya menembus keluar melalui telinga kirinya, suara tawa itu terus menggema dalam kepala Chanyeol.

Pada saat itu Chanyeol berhasil menambah satu pengetahuannya tentang Sulli. Bahwa gadis itu tak sejahat yang ia pikirkan pada awalnya. Ia memang dingin, ketus dan terkesan menjaga jarak dengan orang lain. Tapi begitu mengenalnya, ia menunjukan sisi lainnya yang jarang terlihat. Ia hangat, ramah dan manja dalam artian yang baik.

“Lain kali jangan asal meninju wajah orang lain!” sindir Chanyeol.

“Mianhae,” Sulli menepuk pipi Chanyeol pelan. “Habisnya aku kan terkejut sewaktu kau memelukku. Lain kali jangan asal memeluk seseorang, oke?”

“Huh, kau ini… bisa-bisanya membalikan kata-kataku.” Chanyeol bergumam.

“Oh ya, bagaimana dengan Yura? Apa kau berhasil menemuinya tadi?” tanya Sulli tiba-tiba.

Chanyeol mengangguk. “Belum ada perubahan. Dia masih saja menjauhiku. Aku jadi heran, apa para gadis semudah itu melupakan seseorang?” kemudian duduk diatas ranjang, bersebelahan dengan Sulli.

“Tidak mungkin,” jawab Sulli cepat dan tegas. “Melupakan seseorang adalah hal paling berat bagi seorang perempuan. Contohnya aku. Sampai mati aku tidak mungkin bisa melupakan Baekhyun.”

“Aish, kau kan bukan perempuan. Kau ini srigala berbaju ballet!”

“Ya!” pekik Sulli sambil mengangkat tangannya hendak memukul kepala Chanyeol. Di depannya, Chanyeol sudah berancang-ancang melindungi diri dengan mengangkat kedua lengannya hingga menutupi kepala. “Awas kau ya!” kata Sulli sebal.

“Oh ya, mau kuantar pulang?”

“Eh?”

“Tidak perlu. Sulli pulang denganku.” Baekhyun datang disaat yang tepat. Sebelum Sulli sempat menjawab, ia lebih dulu memberikannya.

Sejujurnya justru Chanyeol yang bertanya disaat yang tepat. Ia melihat bayangan Baekhyun melangkah masuk melalui kaca jendela dan melancarkan aksinya.

“Tidak usah repot-repot.” Sulli mempertegas.

“Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu. Nanti malam aku akan menelponmu, pastikan kau mengangkat telponku ya.” Chanyeol berpesan.

Baekhyun memicingkan matanya. Dari cara Chanyeol memperlakukan Sulli, ia bisa mencium sesuatu yang aneh. Sejak awal kedatangannya, Baekhyun sudah curiga. Tidak ada pria lain yang dekat dengan Sulli kecuali dirinya sendiri dan hari ini pria lain, didepan matanya sendiri, sedang berusaha merebut tempatnya.

“Iya. Chanyeol, annyeong.” Sulli melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan dengan Chanyeol.

Tanpa sadar Baekhyun mengelus dada sambil menghembuskan napas lega setelahnya. Meski tidak bisa sepenuhnya lega ketika menyadari wajah datar Sulli setelah Chanyeol pergi.

“Siapa dia?” Baekhyun bertanya.

“Namanya Park Chanyeol. Bukannya dia sudah memperkenalkan diri tadi?”

“Iya, memang sudah,” Baekhyun mengerjapkan matanya aneh. “Apa hubungannya denganmu?” tanyanya lagi.

“Dia teman baruku. Kau bilang aku tidak bisa selamanya bergantung padamu jadi aku mencari orang lain yang bisa-”

“Jangan dilanjutkan!” Baekhyun geleng-geleng kepala. Ia mengerjapkan matanya kemudian mengelus dadanya dan bersikap seolah seluruh oksigen di dunia ini telah habis.

“Baekhyun, apa kau baik-baik saja?”

“Aniya, bagaimana bisa aku baik-baik saja?! Aku sedang tidak bisa bernapas,” jawabnya dengan agak keras. “Sudahlah, lebih baik kita pulang saja. Aku bisa gila kalau terus disini.” racaunya tak jelas.

“Apa kau sakit? Apa kita perlu ke dokter?” Sulli mengernyit.

Baekhyun menatap Sulli sebentar, tapi dengan amat lekat. Ia kemudian geleng-geleng kepala dan memijat pelipisnya lembut. Sementara Sulli ditinggalkan dengan tanda tanya besar menggantung di kepalanya.

 

to be continued…

9 pemikiran pada “The Antagonist [Chapter 3]

  1. Hahahah…. Baekhyun oppanya cemburu tuh kekeke XD
    Ehh… tapi aku penasaran Chanyeol oppa itu sebenarnya suka Sulli eonnie atau Yura sih??? tinggal tunggu di Chap selanjutnya hehe ^^
    Lanjut Authornim… OK 😉

  2. Waaaa…
    Mau bilang kalo mereka somplak tapi udah dipake sama chingu yang diatas…
    ##
    Tapi pokoknya aku suka moment baeksull disini…

    Thanks nya udah mau update..
    Cepet lagii…
    Next nya jangan lama lama ceritanya keren…

    1. Oiya author..
      Aku siih berharap kalo si yura ntar suka ama baek trs chanyeol nya ntar juga suka ama sulli..
      Kayaknya kerenn…agak mendrama gitu#hehe..

  3. OMG hellow

    semakin kesini semakin keren ceritanya !!

    setuju sma chanyeol klo sulli ga cocok jdi antagonist abis muka nya cute bnget !

    tapi rencana chanyeol sukses bkin baek cemburu !
    jdi baek sebenernya cinta kan sma babysull
    di tunggu secepatnya part 4 nya !!

  4. Hahaha. hati-hati park chan nanti kamu jatuh cinta sama sulli.
    lah jadi baek cemburu atau apa nih.
    gk jelas perasaannya nih.

Tinggalkan komentar