The Antagonist [Chapter 7]

ps-dyocta-the-antagonist(2)The Antagonist

by

Dyocta

 Main casts: f(x)’s Sulli, EXO’s Baekhyun, EXO’s Chanyeol || Supporting casts: Girl’s Day’s Yura, Apink’s Hayoung & others || Genre: School-life, friendship & Romance || Length: Chaptered.

Poster by Prinsekai94.

[Chapter 7]

 

Baekhyun memerhatikan kalau wajah Sulli berubah murung sejak bertemu Yura tadi, sekalipun Yura sudah berada jauh dari jangkauan mereka pun wajah Sulli masih menampilkan ekspresi yang sama. Sulli jadi lebih banyak diam. Ia bahkan tidak menggubris pertanyaan Baekhyun mengenai tes seleksi tadi.

Mereka akhirnya tiba di tempat parkir sepeda ketika Baekhyun tidak tahan lagi dengan sikap tutup mulut Sulli. Ia, yang berjalan didepan Sulli, berhenti di tempat hingga membuat Sulli menabrak punggungnya dari belakang. Satu fakta lagi terungkap, Sulli jadi tidak fokus.

Sulli mengusap keningnya yang membentur tas punggung Baekhyun. Jika biasanya ia sudah meringis kesakitan dan memprotes kecerobohan Baekhyun, kini ia menutup rapat mulutnya.

“Kenapa kau diam saja? Kenapa tidak memarahiku?” Baekhyun agak jengkel.

Sulli tidak merespon. Ia sempat melihat Baekhyun sebentar sebelum melewati pundaknya begitu saja.

“Sulli-ya…” Baekhyun menahan lengan Sulli. “Apa karena Yura?” akhirnya ia memberanikan diri bertanya. Ia memegang pundak Sulli dan mengarahkan gadis itu agar bertatap muka dengannya.

“Harusnya sejak awal kau sudah tahu kalau aku memang tidak suka padanya,” Sulli bersuara.

“Tapi aku tidak pernah tahu kenapa kau sangat tidak suka padanya,”

Sulli menatap mata Baekhyun. Hati kecilnya berkata bahwa Baekhyun akan membela Yura seperti biasanya tapi kemudian ia merasakan ada sesuatu yang lain dari tatapan mata Baekhyun serta sentuhan tangannya pada dua bahunya. Hatinya ragu, apakah ini adalah saat dimana Baekhyun akan lebih memihaknya.

“Karena dia adalah Yura, karena dia yang mengambil yang harusnya jadi milikku. Aku bisa memberimu sejuta alasan mengapa aku tidak menyukainya jika kau mau.” Sulli menyilangkan lengannya didepan dada kemudian membuang muka.

“Membenci orang lain itu sangat melelahkan dan tidak ada gunanya. Kau hanya akan membuang waktumu untuk membenci orang lain, sebaiknya lupakan saja semua kebencianmu itu. Lagipula jika kau marah-marah terus, kau terlihat jelek, tahu?” Baekhyun menyubit hidung Sulli dengan gemas.

Baekhyun memang tidak akan membelanya, tapi untuk sebuah alasan, Sulli tidak merasa buruk akan itu. Mendengar nasehat Baekhyun barusan membuatnya berpikir mengenai perbuatannya selama ini. Jika dihitung, sepuluh jari tangan dan sepuluh jari kakinya tidak akan cukup untuk mewakili kesalahannya pada Yura. Menyembunyikan sepatunya, menempelkan permen karet di kursinya, menguncinya di toilet, ia telah menghabiskan banyak energinya untuk mengerjai Yura, yang sebenarnya tidak pernah berbuat jahat padanya.

“Dan satu lagi… Yura tidak mungkin mengambilku darimu.”

DEG!

Matahari bersinar terang hari itu. Pukul dua siang. Pada saat itu mungkin teriknya matahari sedang berada di titik paling tinggi hingga mampu membakar pipi Sulli hingga muncul rona merah.

Tanpa sadar Sulli menahan napasnya selama beberapa detik. Darahnya mengalir cepat, jantungnya berdegup dalam kecepatan maksimal dan nyaris meledak bak kembang api. Sepertinya otaknya baru saja mengalami distorsi.

Baekhyun tersenyum, manis sekali. Tangan kanannya bergerak ke wajah Sulli, mengambil helaian rambut Sulli yang tertiup angin kemudian menyampirkannya ke belakang telinga.

“Kau tidak perlu mencemaskan apapun lagi mulai saat ini, mengerti?” tanya Baekhyun dengan suara yang dibuat halus sekali.

Sulli mengangguk lemah.

Bagaimana bisa beberapa kata membuat dunia Sulli berhenti berputar?

Ujung bibir Sulli terangkat sempurna. Senyumnya merekah seiring dengan kata-kata Baekhyun membekas dalam benaknya. Matanya membiaskan cahaya seindah pelangi.

“Apa itu berarti aku bisa tetap bersandar padamu?” tanya Sulli, girang.

Baekhyun menyipitkan matanya, memberi kesan kalau ia tengah berpikir keras dengan menopang dagu dan mengetuk-ngetukan jarinya pada kening. “Hmm… bagaimana ya?” gumamnya.

Sulli mengembungkan pipinya. Matanya kini tak kalah memelas dari seekor anak anjing yang tersesat di jalan.

“Kurasa bisa. Bukankah selama ini kau selalu bersandar padaku? Untuk belasan atau bahkan puluhan tahun yang akan datang, kau boleh tetap bersandar padaku.”

“Benarkah?”

Baekhyun mengangguk. Ia tidak akan ragu lagi mulai sekarang. Sulli akan dan selalu menjadi prioritasnya, seperti yang sudah-sudah, gadis itu selalu ada dalam manik matanya.

“Iya. Kita sudah bersahabat sejak kecil dan akan terus begitu sampai tua.”

Senyum itu hilang dari wajah Sulli, lengkap beserta binar-binar bahagia bak pelangi. Garis mukanya turun, sejalan dengan antusiasmenya. Baekhyun berhasil membuatnya terpuruk hingga ke dasar bumi setelah mengangkatnya tinggi-tinggi ke langit.

“Apa?” Sulli mengernyitkan dahi.

Baekhyun sedang tersenyum lebar kala Sulli memintanya untuk mengulang kembali kata-katanya barusan. Dan ia pun mengulanginya sesuai dengan permintaan gadis itu.

Sulli tertawa pelan. Ia memang bodoh, terlalu bodoh malah. Apakah ia baru saja berharap kalau Baekhyun akan menerima perasaannya? Tentu saja tidak mungkin. Baekhyun yang ia kenal selalu memegang teguh kata-katanya, termaksud pernyataannya sewaktu Sulli menyatakan perasaannya tiga tahun lalu bahwa ia akan selalu menganggap Sulli sebagai sahabat dan keluarganya.

Pernyataan itu menusuk hingga dadanya terasa sesak dan kejadian itu berulang lagi hari ini.

“Apa ada yang lucu?”

“Ya, itu aku. Lucu dan bodoh.” jawab Sulli.

Sulli kemudian berlalu meninggalkan Baekhyun di belakangnya. Setelah tidak berhadapan dengan Baekhyun lagi, barulah wajahnya kembali masam. Ia menggigit bibirnya sambil meremas tali tas punggungnya.

“Sulli,” Baekhyun memanggilnya.

Pemuda itu melihat langkah Sulli terhenti selama beberapa saat tapi ia tidak menoleh ke belakang. Baguslah, karena mungkin ia akan jadi lemah jika Sulli menoleh padanya. Ia mengerti kalau Sulli terganggu dengan pernyataannya barusan tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Ia melakukannya dengan sebuah alasan, yang kebetulan masih sama dengan alasannya tiga tahun lalu ketika menolak pernyataan cinta Sulli. Karena menurutnya, sesuatu yang kekal adalah persahabatan. Bukan cinta.

Sulli meneruskan langkahnya tanpa menunggu Baekhyun. Ia merasa nyeri di dadanya. Semakin lama langkah itu semakin cepat hingga ia nyaris berlari, berlomba dengan angin untuk cepat pergi dari tempat itu. Dari Baekhyun.Sementara itu, Baekhyun membiarkannya pergi. Nyeri itu juga menyerangnya, bahkan jauh lebih kuat dari sebelumnya.

 

-o-

 

Departemen seni peran merupakan departemen paling istimewa dari tiga departemen yang tersedia di sekolah. Mereka menempati gedung yang berbeda dengan departemen lainnya karena mereka butuh lebih banyak ruangan, seperti ruang pertunjukan yang mampu menampung 300 orang lebih, ruang properti, ruang kostum, dan ruang kelas. Mereka memiliki kantin sendiri di gedung tersebut dan juga halaman parkir khusus. Dapat dipastikan mereka mendapatkan fasilitas berbintang lima yang berbeda dengan yang lain.

Sementara dua departemen lainnya menempati gedung yang sama, yaitu gedung A, yang juga merupakan gedung utama sekolah mereka. Terdiri dari empat lantai, gedung itu juga memiliki berbagai macam fasilitas bintang lima seperti gedung B yang ditempati oleh departemen seni peran. Tapi sayangnya dua departemen itu harus saling berbagi dengan staff pengajar yang ruang kerjanya juga bertempat di gedung yang sama.

Bukan hanya soal gedung dan fasilitas, departemen juga memiliki murid-murid yang lebih unik dibanding dua departemen lainnya. Murid-murid dengan kemampuan diatas rata-rata yang mampu mengejutkan semua orang dengan penampilan mereka.

“Semuanya akan baik-baik saja.” Sulli mencoba menenangkan diri.

Pada detik ini, Sulli sedang berdiri didepan pintu masuk gedung B. Ia berdiri di tengah koridor dengan tangan terlipat didepan dada. Dari tempatnya berdiri, ia memang tidak bisa keseluruhan departemen barunya itu tapi ia segera tersadar kalau semua ini tidak akan berjalan baik selama ia ada disana.

Mungkin karena murid-murid disana terbiasa memerankan berbagai macam karakter, atau mungkin karena mereka memiliki daya imajinasi yang terlampau tinggi hingga mereka selalu memakai kostum aneh dan tidak lupa berperilaku aneh juga ketika berada di sekolah. Sulli bisa melihat seorang murid memakai kostum kepala ayam sedang mengobrol dengan murid lain yang berkostum bajak laut, juga segerombolan murid perempuan yang memakai perlengkapan peri seperti tongkat sihir dan sayap-sayap yang terbuat dari bulu angsa.

Sulli memejamkan matanya sambil menghela napas panjang.

“Ini tidak mungkin terjadi!” bisiknya tepat ketika seorang murid dengan jubah merah superman menyenggolnya dari samping kanan. “Tidak mungkin!” serunya lebih keras.

Sulli mencoba menarik napas dan menghembuskannya dengan cepat. Ia sudah hampir sama gilanya dengan murid-murid disana meski belum lima menit menginjakan kaki di gedung itu. Ia mengutuk dirinya sendiri yang telah menghancurkan kesempatan emas pada penjurian kemarin dan kini ia hanya bisa memandangi nasib buruknya, yakni terdampar dalam departemen freak ini.

“Selamat datang, Sulli…”

Pemuda bertopi hitam datang dengan menggunakan skate board entah dari mana asalnya. Beberapa detik kemudian Sulli mengenali pemuda itu sebagai Park Chanyeol. Ia tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya dari jauh.

“Ini gila! Aku tidak mungkin menghabiskan delapan bulanku yang berharga itu disini! Aku tidak bisa melakukan ini.” keluhnya pada Chanyeol.

Ini sama saja dengan Sulli masuk ke dalam lubang kuburannya sendiri. Departemen seni peran bagaikan neraka di matanya. Rasanya seperti ia baru saja melangkahkan kakinya di rumah sakit jiwa.

“Ini tidak seperti yang kau bayangkan,” sahut Chanyeol.

“Ya, kau benar. Ini jauh lebih mengerikan dari apa yang aku bayangkan!” Sulli meremas rambutnya dengan gemas.

Chanyeol tertawa melihatnya. Sejak semalam ia memang sudah menunjukan tanda-tanda ketidakwarasannya setelah membayangkan Sulli berada dalam jangkauan tangannya. Rasanya seperti habis memenangkan lotre, ia sangat gembira.

“Bisa-bisa aku jadi gila seperti kau dan mereka!” tambah Sulli.

Well, kurasa tidak ada orang gila yang lebih tampan dariku,” kemudian Chanyeol terkekeh.

“Ini bukan saat yang tepat untuk bercanda!” ujar Sulli tegas. “Lebih baik aku pindah sekolah saja. Ya, kurasa itu pilihan yang tepat.” Lantas Sulli berbalik dan hendak meninggalkan gedung ketika Chanyeol membuka mulutnya.

“Dan membiarkan Baekhyun sendirian di sekolah ini? Berada satu sekolah dengannya saja kau masih tidak berhasil menjadi kekasihnya, lalu apa yang akan terjadi jika kau benar pindah sekolah?”

Sulli tidak jadi angkat kaki. Park Chanyeol memang memiliki kemampuan seperti cenayang, ia selalu tahu isi hati dan pikiran orang lain. Dan Sulli benci itu.

“Tidak jadi pergi?” tanya Chanyeol ketika Sulli kembali membalikan badannya. Ia menyeringai.

Sulli menggemeretakan gigi. Penyesalannya kini sudah setinggi gunung akibat menghancurkan penjuriannya kemarin. Kini ia tidak punya pilihan lain; bertahan atau kehilangan Baekhyun.

“Aku akan memberimu tur singkat, ayo!” Chanyeol bersemangat. Ia menarik lengan Sulli dan mengajak gadis itu berkeliling.

Semuanya akan dimulai dari sini. Dari langkah kaki kecilnya yang menapaki sebuah jalan asing, yang entah akan membawanya kemana. Kehidupan baru yang tidak pernah ia bayangkan, mimpi yang tidak pernah ia inginkan, bahkan dengan seseorang yang tidak pernah ia duga.

Hidup itu akan lebih menyenangkan ketika kau bangun di pagi hari dan tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini, setuju?

Sulli tidak begitu mendengarkan Chanyeol. Terakhir kali ia dengar pemuda itu mengatakan kalau Sulli akan aman jika menyebutkan namanya pada siapapun yang mencoba berbuat kasar padanya. Karena Chanyeol memang sangat terkenal di sekolah akan ketampanan dan pribadinya yang menyenangkan, meski bisa dibilang ia agak sedikit sombong.

Chanyeol melepas genggamannya ketika mereka berdiri didepan sebuah pintu. Bel masuk telah berbunyi beberapa menit lalu, menyebabkan lorong lantai dua kini bersih dari murid-murid yang berkeliaran. Sulli menatap Chanyeol, pemuda itu mempersilakannya untuk masuk lebih dulu melalui gerakan tangannya.

Tapi Sulli masih ragu. Ia berdiri mematung di tempatnya berpijak, mengerjapkan matanya dengan gugup menghimpitnya.

Chanyeol akhirnya membukakan pintu untuknya, “Silakan masuk!”

Kemudian ia disambut oleh puluhan pasang mata yang tertuju padanya. Sulli melangkah masuk setelah didorong Chanyeol. Kiranya ada dua puluh orang mengisi kelas itu ditambah seorang wanita berambut coklat muda yang duduk di kursi pengajar.

“Annyeong haseyo,” Sulli agak canggung.

“Annyeong haseyo,” balas wanita itu. Ia bangkit dari kursinya dan mendekati Sulli. “Aku belum pernah melihatmu sebelumnya, apa kau…”

“Aku murid baru,” sela Sulli.

“Namanya Sulli, Choi Sulli.” Chanyeol menambahkan.

Wanita itu menatap tajam Chanyeol kemudian menegurnya, “Apa yang kau lakukan disini? Cepat uduk di kursimu! Dasar murid nakal, selalu saja terlambat setiap hari.”

“Aniyo, aku tidak terlambat, aku mengantarnya berkeliling,” Chanyeol menerucutkan bibirnya.

“Banyak alasan! Segera duduk ditempatmu, Park Chanyeol!” omel wanita itu sekali lagi.

Chanyeol tidak bisa berkutik. Gurunya sedang berbaik hati kala itu karena biasanya ia akan diantar sampai duduk di kursinya seraya dicubit gemas oleh guru cantik kesayangannya.

“Aku wali kelasmu mulai saat ini. Namaku Jessica Lee tapi kau bisa memanggilku Jessica.” kemudian Sulli membungkuk padanya sebagai tanda hormat. “Silakan perkenalkan dirimu pada yang lain. Setelah itu baru kita mulai pelajaran hari ini.” Jessica melanjutkan.

Sulli mengangguk. Ia berjalan pelan ke tengah ruangan seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Setelah diperhatikan dengan seksama, ia mengenali wajah beberapa orang disana selain Park Chanyeol.

“Annyeong haseyo,” Sulli memulai. Ia tidak gugup sama sekali. “Aku Sulli, murid pindahan dari departemen tari. Seperti yang kalian tahu aku tidak bisa menari lagi dan terpaksa pindah ke departemen ini,” tuturnya dengan lantang.

Jessica sempat mendelik mendengar kejujuran Sulli barusan, hal yang sama dilakukan pula oleh beberapa murid di kursi mereka masing-masing.

“Selamat datang di departemen kami, Sulli.” ujar Jessica agak kikuk.

Sulli tersenyum. Jangan tanya apakah ia sengaja atau tidak mengucapkannya, karena jawabannya sudah pasti seratus persen sengaja. Dari kursinya, Park Chanyeol menyeringai. Akhirnya Sulli yang ia kenal telah kembali.

“Kau boleh menempati kursi yang kosong.” Jessica mempersilakan.

Seisi kelas diisi gemuruh, terutama dari murid lelaki yang nampaknya sangat senang dengan kehadiran Sulli. Sementara murid perempuan hanya bisa saling berbisik membicarakan kecantikan Sulli dan menatap iri padanya yang telah memilih duduk di kursi kosong didepan Chanyeol.

Sulli menyapukan pandangannya ke depan, menuju papan tulis dimana Jessica mulai menulis. Ia berusaha sangat keras untuk tidak menanggapi tiap sorot mata tajam yang memandangnya.

Krieett

Decitan pintu yang didorong ke dalam menggema di seluruh ruangan. Jessica, yang sudah mulai menorehkan tinta spidolnya pada papan tulis, menghentikan aktivitasnya sejenak untuk melihat siapa yang datang. Begitu pula dengan murid lainnya, kecuali Sulli.

Seorang gadis menyelipkan kepalanya diantara pintu sebelum tubuhnya melengos masuk. Barisan giginya yang putih terlihat jelas ketika ia tersenyum. Rambutnya panjang kecoklatan, berhiaskan sebuah bandana berbentuk telinga kucing warna hitam.

“Joesonghamnida, Jessica-ssi,” katanya pelan. “Aku terlambat.”

Jessica menghela napas. Ia sangat menjunjung tinggi kedisiplinan, dan keterlamabatan bukanlah sesuatu yang bisa ia toleransi dengan mudah. Tapi gadis yang baru datang itu memiliki mata yang selalu terlihat mengiba, Jessica tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya.

“Duduklah! Tolong jangan ulangi keterlamabatanmu ini lagi besok.” ujar Jessica.

“Kamsahamnida, Jessica-ssi.”

Sulli tidak memberi perhatian pada sepotong percakapan itu. Ia terlalu sibuk mengeluarkan buku tulisnya dari dalam tas kemudian mencoreti selembar kertas dengan tinta biru.

“Permisi,”

Sulli mendongak. Gadis tadi kini telah berdiri didepan mejanya. Sulli memerhatikan gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala, menelanjanginya tanpa sungkan.

“Apa?” tanya Sulli, acuh.

“Maaf, tapi kau duduk di kursiku,” jawabnya dengan sopan.

Sulli lantas menoleh pada meja dan kursinya, seperti mencari sesuatu. Kemudian ia berkata pada gadis itu, “Tapi tidak ada namamu tertera disini.”

Hampir separuh dari murid dalam kelas tertawa terbahak-bahak mendengar jawabannya. Sulli menyeringai, Chanyeol pun sama. Separuh murid yang lain malah menatap Sulli dengan dengki.

“Tapi setiap hari aku duduk disini,” balas gadis itu. Ia belum menyerah rupanya.

“Dan mulai hari ini… aku yang akan duduk disini.” Sulli menekankan tiap suku kata yang diucapkannya sambil menatap mata lawan bicaranya dengan berani.

Mendadak, suasana dalam ruang kelas itu berubah panas. Gelak tawa yang sebelumnya mengisi kini menguap kemudian lenyap. Sulli dan gadis itu masih bertukar pandangan, tapi pemenangnya sudah dapat dilihat dengan jelas. Sulli, tentu saja, memiliki aura antagonis yang tidak mudah ditandingi.

“Hayoung, kau bisa duduk di kursi yang lain,” Jessica menengahi.

Ternyata nama gadis itu adalah Hayoung. Tepatnya Oh Hayoung.

“Tapi…”

“Aku tidak akan mulai mengajar sebelum kau duduk.” Jessica menambahkan.

Hayoung menghela napas. Ia meregangkan jari tangannya, kelihatannya ia mencoba menahan amarahnya agar tidak meluap. Tapi kemudian ia tersenyum manja pada Jessica dan berjalan menuju meja kosong lainnya yang berada di barisan paling belakang.

Leher Chanyeol mengikuti kemana Hayoung pergi. Gadis itu duduk di kursi barunya kemudian memandang punggung Sulli dengan ekspresi datar. Chanyeol menyeringai melihatnya kemudian menuliskan sesuatu pada selembar kertas sebelum memberikan kertas itu pada Sulli.

“Apa ini?” tanya Sulli, setengah berbisik.

“Baca saja!” balas Chanyeol.

Seperti yang diminta, Sulli membaca tulisan tangan Chanyeol pada lembaran kecil itu dan setelah itu mengerutkan kening.

“Apa maksudmu?” tanya Sulli lagi.

“Hanya memperingatkan saja.” jawab Chanyeol singkat.

Kerutan itu lantas tidak langsung hilang dari keningnya. Sulli bertanya-tanya, bingung, tapi tidak punya cukup waktu untuk memecahkan tanda tanya dalam kepalanya. Ia mengangkat bahu dan kembali menatap lembar kertas itu dimana nama Hayoung tertera jelas kemudian merobeknya menjadi serpihan kecil.

Namanya Oh Hayoung. Our little sister.

 

-o-

 

Baekhyun memicingkan matanya. Napasnya sedikit tersendat-sendat setelah berlari dengan kecepatan kilat untuk sampai didepan gedung B tepat waktu. Pada saat itu murid-murid tengah berhamburan keluar dari gedung B mengingat bel yang menandakan berakhirnya jam sekolah berdering dua menit lalu.

Dibalik sebuah pohon rindang Baekhyun bersembunyi. Matanya menangkap setiap murid yang keluar dari dalam gedung, memastikan apakah murid itu yang dicarinya atau bukan, tapi setelah beberapa saat orang yang dicarinya belum juga menampakan diri.

“Kenapa lama sekali?” Baekhyun bertanya-tanya.

Seharian ini Baekhyun digentayangi oleh tanda tanya mengenai Sulli. Pagi-pagi sekali ia datang ke rumahnya, ingin mengajaknya berangkat ke sekolah bersama tapi gadis itu sudah lebih dulu pergi. Ia juga mengirimi Sulli pesan singkat beberapa kali tapi tidak ada satupun yang dibalas.

Keadaan seperti ini sedikit banyak mempengaruhi performanya di sekolah. Karena tidak bisa konsentrasi penuh, ia berulang kali ditegur oleh guru musiknya. Selera makan pun ia tidak punya. Semua dikarenakan oleh gadis bernama Sulli itu.

“Astaga, ternyata kau disini,”

Baekhyun mendengar seseorang bicara padanya tapi ia tidak mengindahkannya. Ia terlalu fokus pada apa yang nampak di pelupuk matanya.

“Apa yang kau lakukan disini?”

“Sst! Aku sedang konsetrasi. Aku sedang menunggu,”

“Menunggu siapa?”

“Seseorang.”

“Siapa? Apakah Sulli?”

“Ya.”

Baekhyun masih belum menoleh ke belakang. Murid yang berhambur keluar dari gedung B semakin banyak seiring waktu dan ia tidak ingin satu orang pun terlewat dari pandangannya.

“Baekhyun-ya, sepertinya kau menyukainya, benarkah begitu?”

“Ya.”

“Sangat sangat menyukainya?”

“Ya, tentu saja.”

Seseorang itu tergelak. “Jadi, kau benar-benar menyukainya?”

“Apa? T-tunggu sebentar, apa tadi aku bilang… Ya! Yura!” kepala Baekhyun berputar ke belakang dan menangkap sosok gadis berambut panjang itu tertawa sambil menutup mulutnya.

“Baekhyun, annyeong…” Yura melambaikan tangannya dengan gemulai.

“Ya! Sejak kapan kau berdiri disini?” Baekhyun terbelalak.

“Belum beberapa lama. Wae? Apa kau terkejut?” Yura tersenyum nakal.

“Apa kau… tadi kau…”

“Iya. Aku mendengarnya saat kau bilang kalau kau-”

“Sst! Kau tidak boleh mengatakannya!” Baekhyun menaruh jari telunjuknya didepan bibir.

“Memangnya kenapa? Apa menyukai seseorang adalah tindakan kriminal sampai tidak boleh ada yang tahu?” Yura mengerucutkan bibirnya.

“Memang bukan, tapi bisa berbahaya jika seseorang mendengarnya.” ungkap Baekhyun.

“Sejak kapan cinta bisa berbahaya? Cinta adalah ungkapan perasaan, bukan senjata tajam.”

“Tapi bukankah cinta bisa menghancurkan sebuah persahabatan?” Baekhyun bertanya dengan kesenduan di wajahnya.

“Eh?”

Menit selanjutnya Baekhyun dan Yura duduk berdua di kantin sekolah. Mereka duduk berhadapan dengan atmosfer sendu yang kentara. Percakapan sebelumnya telah membawa mereka ke babak yang lebih serius.

“Yang aku tahu adalah Sulli menyukaimu, sangat sangat menyukaimu tapi kau tidak bisa membalas perasaannya. Tapi ternyata, pada nyatanya kau juga menyukainya, lalu kenapa selama ini kau diam saja?”

Baekhyun menciptakan sebuah jeda yang cukup panjang untuk sekadar menarik napas dan menghembuskannya keluar. Ia tidak pernah berpikir untuk menjelaskan hal ini pada siapapun. Selama ini ia menganggap kalau urusan perasaan adalah urusannya sendiri, yang tidak bisa diganggu gugat oleh orang lain, dimana semua pilihan akan ia ambil sendiri tanpa pengaruh orang lain karena ia adalah satu-satunya yang akan menanggung resikonya. Tapi sepertinya kali ini ia harus memberi sedikit penjelasan pada Yura.

“Karena aku juga menyukainya. Aku sangat sangat menyukainya sampai-sampai aku tidak mau kehilangannya,” jawab Baekhyun lemah.

“Aku tidak mengerti. Kalau kau juga menyukainya, bukankah sebaiknya kau mengatakannya pada Sulli?”

“Aku ingin menarik garis yang jelas diantara kami,”

“Apa maksudmu?”

Baekhyun mengusap wajahnya kemudian menuturkan, “Aku rasa tiap orang yang pernah jatuh cinta pada sahabatnya akan mengerti bahwa selalu ada keraguan, ketakutan bahwa hubungan kami tidak akan berjalan baik. Aku ingin mengatakan pada Sulli kalau aku menyukainya, mungkin kau tidak akan pernah tahu betapa inginnya aku mengatakan itu tapi apa yang akan terjadi setelah itu? Dia menjadi kekasihku, aku menjadi kekasihnya lalu bagaimana jika suatu hari nanti hubungan kami berakhir? Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan tapi aku tidak yakin kalau kami akan saling menyukai, mencintai satu sama lain sampai mati atau apakah dia bahagia saat bersamaku atau tidak. Suatu saat nanti setelah hubungan asmara kami berakhir maka semuanya akan benar-benar berakhir. Aku bahkan akan kehilangannya sebagai seorang teman.”

Yura menatap mata Baekhyun dalam-dalam ketika pemuda itu menjelaskan kekhawatirannya selama ini. Yura tidak lagi ragu, Baekhyun jelas-jelas menyukai Sulli dengan sepenuh hatinya.

“Lalu dengan tidak mengatakannya, apa kau berharap kalau kau dan Sulli akan terus bersama?”

Baekhyun mengangguk. Ia tidak tahu kalau dengan menceritakan seluruh masalahnya hatinya bisa menjadi lebih lapang.

“Tapi apa kau tidak akan menyesal nantinya? Kurasa selama ini kau beruntung karena Sulli hanya bisa melihatmu tapi kau tidak pernah tahu kapan sosok lain akan muncul di matanya. Jika dia pergi, kau juga akan kehilangannya, bukankah begitu?”

“Aku tahu. Aku mulai merasakannya sekarang. Ada sosok lain yang kini berada disampingnya,” dalam pikiran Baekhyun kini terbayang seorang pemuda yang dimaksud.

“Siapa itu?”

“Park Chanyeol. Kau kenal pemuda itu kan?”

Yura tercekat. Kepalanya seperti dihantam oleh sebuah palu besar setelah mendengarnya.

“Aku tidak pernah memikirkan kalau aku akan berada di posisi ini sebelumnya. Aku tidak berpikir kalau akan ada yang mengancam posisiku tapi aku bingung, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak mungkin mengatakan kalau aku menyukainya apalagi setelah semua yang kulakukan padanya, aku bukan orang yang baik untuk Sulli,”

“Lalu apakah orang jahat tidak boleh jatuh cinta?” Yura balik bertanya setelah berhasil menguasai perasaannya.

“Huh?”

“Aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, Baekhyun, aku tidak bisa melihat masa depan tapi yang aku tahu pasti bahwa jika kau menyukai seseorang, kau harus mengatakannya atau kau menyesal seumur hidupmu. Masa depan bukanlah sesuatu yang harus kau takuti, lagipula apa yang akan terjadi di masa depan itu bergantung pada apa yang kau lakukan hari ini. Jika kau ingin masa depan berpihak padamu maka kau harus memilih jalan yang tepat, Baekhyun.” nasehat Yura.

“Yura…”

“Aku tidak tahu apakah kalian akan saling mencintai sampai mati atau tidak karena aku tidak tahu kapan kalian akan mati tapi melihat kalian berdua sekarang, aku yakin kalau kalian akan tetap bersama untuk berpuluh-puluh tahun lagi.” kemudian Yura tertawa.

“Tapi…”

“Tidak ada tapi-tapi. Jika kau benar-benar menyukainya, keraguan itu tidak akan pernah muncul. Jika kau sungguh-sungguh menyukainya, kau pasti yakin seratus persen kalau Sulli akan bahagia bersamamu, kalau kalian akan saling mencintai satu sama lain selamanya.” dan Yura tersenyum setelah mengatakannya.

Baekhyun ikut tersenyum. Yura telah memberikannya secerca harapan dan keyakinan. Meski ia tidak yakin kapan itu, ia sudah berikrar untuk memberitahu Sulli tentang perasaannya.

“Yura, gomawo.” ujar Baekhyun.

Yura memanjangkan lengannya, menepuk pundak Baekhyun dengan lembut. “Tidak usah sungkan. Kau bisa meminta bantuanku kapan saja.”

“Kau memang teman terbaikku! Yura yang terbaik!” Baekhyun berseru.

Yura terkekeh. Kemudian ia teringat alasan utamanya mengejar Baekhyun sampai ke gedung B tadi. “Oh ya, aku ingin menitipkan sesuatu padamu,”

Baekhyun melihat Yura merogoh sebuah benda dari dalam tasnya. Tidak lama kemudian ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna ungu dan memberikannya pada Baekhyun. “Apa ini?” tanya Baekhyun.

“Buka saja! Itu untuk Sulli, apa kau mau membantuku untuk memberikan itu padanya?”

Baekhyun membuka kotak kecil itu. Di dalamnya terdapat sebuah jepit rambut berbentuk bintang yang sangat cantik meski terlihat sederhana.

“Aku hanya bisa memberikan jepit rambut itu padanya sebagai permintaan maafku.” Yura menerangkan.

“Permintaan maaf?”

“Aku merasa kalau aku telah melakukan banyak kesalahan padanya, jadi aku ingin minta maaf padanya.”

Yura telah memutuskan untuk mengikuti saran Chanyeol tempo hari. Rahasia ini akan terus menjadi rahasia antara ia, Chanyeol dan Tuhan. Bukan karena ia takut untuk membongkarnya, ia hanya ingin yang terbaik. Seperti kata Chanyeol, ia akan membiarkan Sulli bangkit dari keterpurukannya, ia akan membantunya jika memang dibutuhkan.

“Aku… Sebenarnya aku tidak yakin apa Sulli akan mau menerimanya kalau dia tahu kau yang memberikan hadiah ini tapi aku akan memberikan ini padanya,”

“Gomawo, Baekhyun.”

Baekhyun membalas dengan senyuman.

 

 to be continued

7 pemikiran pada “The Antagonist [Chapter 7]

  1. waaaah akhirnya update juga:G hadu nanti sulli sama baekhyun jadian gak thor? kalo misalkan baeklli ending nya enggak jadian chanlli aja thor aku lebih suka chanlli hehe. keep writing ya~ cepet update lgggg^_^

  2. Ahh…akhirnya Chap 7-nya ada heheh..
    Aduhh…Sulli eonnie sudah sangat senang banget lo itu tapi sayang saat perkataan SAHABAT dikatakan oleh Baekhyun Sulli eonnie langsung muram karena dia baru sadar kalau Baekhyun gak mungkin akan jadi miliknya … hufftt… sebenarnyakan Baekhyun oppa juga suka sama Sulli eonnie u,u kok jadi begini nee..
    ChanLli Jjang (y) hehhe 😀
    Emangnya Hayoung kenapa??? jadi penasaran..

  3. “Hidup itu akan lebih menyenangkan ketika kau bangun di pagi hari dan tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini, setuju?” Yes. Absolutely, yes!
    Dan kalo aku pikir-pikir, ternyata pola pikir aku saat menjalin sebuah hubungan itu sama kaya yang diucapin sama baekhyun. karena aku lebih milih berteman daripada pacaran. kenapa? yaah karena itu, saat pacaran kita boleh deket, se-deket-deketnya bahkan mungkin sampe nempel terus sama pacar kita setiap saat. tapi, apa situasinya akan sama disaat kita udah putus hubungan? jawabannya pasti engga. keadaan akan berubah, dan tidak akan sama lagi seperti dulu. dan prinsip itulah yang tertanam dalam otak aku, sehingga aku lebih milih buat jadi temen aja selamanya, yang udah pasti bakalan tetep sama-sama. daripada jadi pacar, nanti putus trus musuhan?! haha, karakter kolot sih emang. yaah, mungkin karena aku orangnya terlalu khawatir.. atau karena belum nemuin pasangan yang rasa sukanya aweet kali ya?! haha XD
    as usual, i love this story!♡

Tinggalkan komentar